IMPLIKASI PERSAINGAN PELAYANAN KESEHATAN
GLOBAL DALAM PERKEMBANGAN HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA
Persaingan
bukanlah suatu hal yang baru, fenomena ini telah ada dan mulai bertumbuh sejak
peradaban manusia mengenal pergaulan ekonomi. Kegiatan persaingan dan saingan
akan selalu ada pada setiap bidang usaha yang mengandung komersial. Pemasaran
mengandung bermacam-macam tingkah laku manusia yang terlibat di dalamnya, yang
pada umumnya mempunyai latar belakang ekonomi. Namun di balik itu dalam
pemasaran terkandung aspek norma sosial, norma etika dan norma hukum untuk
bersaing. Alat bersaing dalam pemasaran juga tidak dapat dikesampingkan yang
biasanya dikenal dengan “plcae, product,
promotion and price” dalam hal ini sebagai alat persaingan yang paling
depan adalah menyangkut produk suatu barang dalam arti bukan saja fisik tetapi
tanda-tanda fisik, dan menyangkut promosi yang meliputi kegiatan periklanan,
pemberitaan, penjualan khusus dan segala upaya merebut konsumen.
Hubungan
antara aspek norma-norma dalam pemasaran dan kedua alat bersaing dalam
pemasaran dapat mencegah ancaman pesaing untuk melakukan persaingan yang tidak
wajar yang menimbulkan kerugian semua pihak atau kerugian sepihak “konsumen” sebagai korban dari keadaan
pasar. Lingkup pemasaran yang dimaksud dalam dari uraian ini dibatasi pada
kegiatan pasar pelayanan kesehatan. Kegiatan pemasaran pelayanan kesehatan yang
sudah mengalami perubahan mendasar dari pengobatan karikatif kearah kontraktualyang
lebih dikenal dengan pandangan “transaksi
terapeutik” itu perlu didukung dengan pengembangan doktrin “fungsi
moralitas dari hukum dan legalisasi dari moral”.
Usaha
pelayanan kesehatan dengan kegiatan pemasarannya tidak terhindar dari
persaingan dan berhadapan dengan pesaing di bidang usaha yang mengandung urusan
komersial, karena badan usaha pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
masyarakat perlu topangan permodalan, manajemen dan pengorganisasian yang
dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang profesianal dalam kesehatan.
Perubahan pandangan dan pola pengobatan paternalistik-karikatif cenderung
menjadi transaksi terapeutik dan pengaruh dari pertumbuhan masyarakat sekunder
yang bergaya konsumerisme, maka perkembangan pengobatan terhadap sipenderita
menjadi usaha pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga profesi
kesehatan, maka penyelenggaran kesehatan masih terikat dengan “kepentingan
kemanusiaan”.
Menghadapi
peluang dan tantangan pemeliharaan kesehatan dalam era globalisasi yang
disertai makin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan
suatu jawaban dengan memperhitungkan aspek kepentingan, aspek manfaat dan aspek
dampak yang mungkin ditimbulkannya. Profesi kodokteran secara khusus menjadi
salah satu bagian dari penyelenggara pemeliharaan harus ikut memperhitungkan
ketiga aspek tersebut dalam pengendalian arus dari era globalisasi dan kemajuan
iptek.
Tugas profesi
kedokteran yang demikian itu dalam arti perlu mengikuti arus akan tetapi tidak
hanyut dalam putaran arus tanpa kendali. Dengan demikian tugas profesi
kedokteran sebagai pelayan kesehatan dalam masyarakat harus mampu menghadapi
persaingan untuk mengambil bagian dari peleliharaan kesehatan global dan
memilih kemajuan iptek dibidang kedokteran tetapi tidak meninggalkan
nilai-nilai budaya dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Namun tugas profesi kedokteran tersebut harus terkendali agar
tidak terjadi bahaya, derita dan kerugian karena hanyut dalam putaran arus
globalisasi dan kemajuan iptek yang menjurus pada penyimpangan tugas
keprofesiannya.
Banyak cara
yang dapat dipakai untuk sarana pengendalian potensi penyimpangan tugas profesi
tergantung pada permasalahan yang timbul dari konflik yang tumbuh dan
terjadinya ketidak-seimbangan antara aspek kepentingan, aspek manfaat dan aspek
dampak yang menyertainya. Salah satu cara pengendalian tersebut diantaranya
adalah sudut pandang tatanan sosial dan berupa kaidah hukum yang tumbuh dan
berkembang secara dinamis.
Perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang hukum telah tumbuh dari pola pikir konservatif tentang
hukum berubah kearah pola pikir yang dinamik tentang hukum untuk menyesuaikan
dengan kemajuan zaman yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai ilmu pengetahuan
terutama kemajuan ilmu-lmu sosial dan humaniora. Pengaruh kemajuan ilmu-ilmu
sosial dan humaniora terhadap hukum semakin besar, dan dalam kepustakaan ilmu
hukum dinyatakan sebagai hubungan antar hukum dengan “social behavioral sciences” yang menghasilkan pola pikir tentang
sistem hukum terbuka.
Melalui
sistem hukum terbuka inilah telah terjadi banyak perubahan tentang hukum secara
terus menerus (law reform) untuk
menghadapi berbagai perubahan kehidupan masyarakat berserta perubahan akan
kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan hukum telah
bergeser dari dalil-dalil hukum yang bersifat relatif statis –dinamis dalam
arti kehidupan kehidupan hukum secara anatomik mempunyai fungsi kontrol namun
disamping itu baik dalam doktrin maupun dalam perundang-undangan selalu dikejar
oleh kejadian yang tumbuh ditengah masyarakat yang mengandung potensi dinamis.
Perkembangan
dinamika hukum kesehatan di Indonesia yang demikian itu dapat mendorong
pertumbuhan “law sciences tree” bahwa
untuk kepentingan pengembangan profesi kedokteran diberikan tempat bagi satu
cabang ilmu “hukum kedokteran” yang kemudian diperluas menjadi cabang hukum
kesehatan. Sejak akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 pertumbuhan
hukum kedokteran (medical law) dan
hukum kesehatan (health law) dengan
adanya dua pemahaman tersebut ada cenderung para pakar maupun ahli hukum dan
profesional menganggap bahwa hukum kesehatan adalah merupakan hukum kedokteran
akan tetapi dapat dilihat bahwa hukum kesehatan ini menyangkut dengan
pelaksanaan hukum kesehatan secara umum dimana subyek hukum nya adalah rumah
sakit, pasien dan tenaga-tenaga kesehatan yang bekerja pada instansi pelayanan
kesehatan tersebut sedangkan hukum kedokteran (medical law) lebih cenderung pada praktek secara profesional dari
para tenaga-tenaga kesehatan diantaranya adalah dokter, tenaga perawat
kebidanan dll.
Atas
dasar pengembangan konsepsional tentang hukum kesehatan dan hukum kedokteran
yang bersifat khusus, maka status sebagai hukum komplementer untuk
menyempurnakan kaidah hukum umum dan bukan hukum suplementer sekedar pelengkap
terhadap hukum umum. Hukum kesehatan dan hukum kedokteran sebagian kaidahnya
mempunyai penyimpangan dari kaidah hukum umum, terutama dalam menentukan
kesalahan profesi jika terjadi malpraktek profesi kedokteran mengandung
kualifikasi tertentu. Dengan demikian perkembangan hukum kesehatan dalam era
globalisasi sangat dibutuhkan dan dapat membantu upaya pelayanan kesehatan di
Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar
bagi siapa kritik atau melengkapi posttingan blog ini kami disini terbuka.